Pelangi Bulan Purnama : Prolog



 "  Aku hanya bisa menatap purnama sambil duduk di atas kursi roda. Bukan karena aku lumpuh, hanya saja usia senja memaksaku menggunakannya.
   Sembari ku tatap purnama itu, kulihat ada rona pelangi yag terbias dari Halo cahaya purnama. Apakah ini yang dinamakan pelangi di bulan purnama? Itu semua tergantung dari sudut pandang orang yang menyikapinya. Namun bagiku, itu tetap lah pelangi yang selama ini ku rindukan.
   Pandangan kupun menerawang jauh kemasa lalu, sekitar 40 tahun yang lalu, dimana usiaku saat itu baru menginjak 21 tahun.
   Inilah kisah hidupku sebenarnya...."



                                                              Bab 1 
Pulang Kampung

Tebing Tinggi, Januari 2005

Perkenalkan, aku Ar Ridho, tapi orang-orang memanggilku Agil, demikian juga orangtuaku. Mungkin karena aku anak ragil alias paling bungsu dari 6 bersaudara. Kehidupan keluarga kami sangat susah. Meskipun aku anak bungsu, namun keadaan memaksa kami hidup tegar dan mandiri.
Aku mempunyai 2 orang kakak dan 3 orang abang. Mereka telah menikah dan memiliki anak, hanya aku saja yang belum menikah.
Aku baru 3 tahun lulus SMA dan tidak lanjut kuliah lantaran kedua orang tuaku tidak mampu. Untuk itu aku sering merantau bekerja jadi kuli bangunan demi mencari uang di luar kota.

Dan saat ini aku baru saja pulang merantau, namun tak membawa hasil apapun.

" Kayak manalah kau merantau pulang tak bawa apa-apa,coba kau tengok si Hendra sukses merantau, pulang bawa duit banyak. " Begitulah jika ibuku mengomel sebab selama 3 tahun aku merantau memang tak membawa apa-apa.
"Mak tenang aja,jauh pun aku merantau kalo belum rejeki, macam mana mau dibilang? "
" Udah lah kakak abang kau menyusahkan tambah lagi kau pulang tak bawa apa-apa "
" Iya, mak, aku janji bakal cari duit untuk emak dan ayah biar ayah dan emak hidup senang. "
Ibuku orangnya cerewet, suka mengomel dan memarahi aku. Mungkin itu bentuk kasih sayangnya padaku. Aku pun beringsut keluar rumah meninggalkan ibuku yang masih ceramah, hingga ku lihat seorang perempuan lewat di depanku yang belakangan ku ketahui namanya Fatimah.
Fatimah, yang ku ketahui adalah seorang perempuan anak tetangga sekampung yang telah menjadi istri orang lain, disaat aku merantau. Namun kabar yang ku dengar belakangan ia telah menjadi janda sebab suaminya meninggal dalam kecelakaan kerja di proyek dan meninggalkan seorang anak lelaki, setahun yang lalu. Dan kini Fatimah pun menyandang gelar janda.
Namun hal itu tak membuat ku memandangnya sebelah mata, malah aku bersimpati padanya, sebab ia mampu menafkahi anaknya seorang diri.



Komentar

Posting Komentar